Kamis, 30 April 2015

 Pembelajaran Bahasa Jawa Sebagai Wahana
Pembelajaran Watak Pekerti Bangsa
(Penerapan Unggah - Ungguh Berbahasa)
Oleh : Endang Rahayu MH., S.Pd.M.Pd

ABSTRAK

Sejarah membuktikan bahwa kehancuran sebuah bangsa seringkali ditandai oleh runtuhnya watak, pekerti, karakter dan mentalitas masyarakat bangsa tersebut. Karena itu bangsa dengan karakter kuat hanya akan terwujud jika individu-individu di dalam bangsa itu adalah manusia yang berbudaya, berwatak dan berperilaku baik. Dalam konteks ini pembelajaran Bahasa Jawa merupakan salah satu wahana penanaman pendidikan watak dan pekerti bangsa bagi generasi muda kita khususnya siswa-siswa kita di sekolah. Pembelajaran Bahasa Jawa akan menjadi salah satu wahana dalam menumbuhkan jati diri bangsa kita yang beradab dan berbudi pekerti luhur.

Bagi Budaya Jawa, Bahasa Jawa sebaiknya dimaknai sebagai wahana pembentukan karakter bangsa yang ditandai oleh sikap dan perilaku yang berdasarkan pada budaya dan adat istiadat Jawa serta aturan yang telah menjadi kesepatakan kolektif. Hal itu merupakan implementasi dari hasil pendidikan terutama hasil PBM (Proses Belajara Mengajar) bahasa dan sastra Jawa di sekolah. Jika hakikat dan makna pendidikan, watak, karakter dan pekerti bangsa diaplikasi dalam model-model PBM Bahasa Jawa, sehingga dapat mewujudkan perubahan pada diri setiap siswa yang mempelajari, memahami dan mengaplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini apabila terwujud maka akan menjadi sumbangan yang maha penting bagi perbaikan watak dan pekerti bangsa kita ke depan. Perbaikan karakter bangsa berarti mengatasi berbagai permasalahan bangsa ini secara substansional. Sungguh amat banyak manfaat, hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari kita melaksanakan pembelajaran Bahasa Jawa apabila para guru dapat mengemas, meracik, menskenario pembelajaran Bahasa Jawa yang aktif, kreatif, menarik dan menyenangkan bagi siswa sehingga para siswa mampu mengaplikasi dalam berlaku dan bertindak.

Kata kunci : Pembelajaran, Bahasa Jawa, Watak, Pekerti Bangsa

PEMBELAJARAN BAHASA JAWA SEBAGAI WAHANA PEMBENTUKAN WATAK PEKERTI BANGSA (PENERAPAN UNGGAH-UNGGUH BERBAHASA)
Wong kang ora gelem nggugu piwulang becik, iku prasasat nadhahi rubuhe kayu gurda. Brengkele yen ngakoni dhewe. Apa kowe kabeh padha dhemen sing kaya mengkono?

MIJIL
Dedalane guna lawan sekti
Kudu andhap asor
Wani ngalah luhur wekasane
Tumungkula yen dipun dukani
Bapang den simpangi
Ana catur mungkur

DHANDHANGGULA
Werdining kang wasita jinarwi,
Wruh ing kukum iku watekira,
Adoh marang kanisthane,
Pamicara puniku,
Weh reseping sagung miyarsi,
Tatakrama punika,
Ngedohken panyendhu,
Kagunan iku kinarya,
Ngupa boga dene kalakuan becik
Weh rahayuning raga

A.  PENDAHULUAN

Tulisan di atas menggambarkan betapa kayanya budaya Jawa dalam memotivasi, meningkatkan kesadaran, menanamkan pembiasaan kepada semua siswa dalam rangka pembentukan watak dan pekerti bangsa,contoh, makna yang terkandung dalam tembang Mijil di atas yatui melatih anak untuk sabar, sopan santun, taat kepada orang tua, menjaga kerukunan, menghindari pertengkaran, dll.  Namun karena serbuan globlalisasi menyebabkan nilai-nilai dan gaya hidup tidak selalu sesuai dengan nilai, norma, adat istiadat, ethics, dan karakter bangsa. Budaya bangsa secara bertahap bergeser ke arah individualisme, konsumtif, egois, bergaya hidup materialistik, hedonistic, permissive mempercepat disorientasi dan dislokasi, disinilah peranan penting dari pembelajaran bahasa Jawa sebagai wahana pembentukan watak karakter bangsa dituntut.
Keringnya kesantunan dan unggah-ungguh  para siswa, penguasaan Bahasa Jawa yang masih rendah, pengucapan kosa kata, dan kalimat yang tidak tepat menjadi indikator  bahwa pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah  belum berhasil  maksimal serta tujuan  belum tuntas optimal.
Pemberdayaan Pembelajaran Bahasa Jawa perlu dioptimalkan dalam upaya mempertahankan kekayaan budaya bangsa yang tidak ternilai harganya, Pembelajaran Bahasa Jawa pada dasarnya dapat dijadikan wahana penanaman watak, pekerti, teerutama melalui penerapan unggah-ungguh pada masyarakat Jawa serta memiliki peran sentral dalam pengembangan watak, dan  pekerti bangsa. Pembelajaran Bahasa Jawa diharapkan dapat membantu peserta didik mengenal dirinya, lingkungannya, menerapkan dalam tata krama budayanya, menghargai potensi bangsanya, sehingga mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan dapat menemukan serta menggunakan kemampuan analisis, imajinatif dalam dirinya.
Namun apa yang terjadi  di lapangan memperlihatkan bahwa, keberadaan Pembelajaran Bahasa Jawa, berdasarkan hasil evaluasi kepengawasan perihal penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa (Penulis adalah seorang pengawas TK/SD), belum mencapai hasil yang memuaskan. Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa masih banyak kekurangan atau permasalahan, dan  secara umum permasalahannya diidentifikasi sebagai berikut:  Pembelajaran masih menitikberatkan peran guru, sehingga guru mendominasi pelaksanaan PBM.
Siswa sangat pasif, tidak semangat, tidak tertarik, dan mengaggap bahasa Jawa itu sulit. Siswa lebih menitikberatkan pada materi kognitif, kurang pada aspek psykomotor dan afektif. Siswa belum/ tidak mempraktekkan Bahasa Jawa di Sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pemahaman siswa terhadap kosa kata Bahasa Jawa sangat minim. Pengetahuan dan penerapan unggah-ungguh sangat sulit dan kaku. Banyak guru yang kurang memahami dan menguasai materi, karena tidak didukung oleh latar pendidikan bahasa Jawa.Teladan dari guru untuk ditiru siswa masih kurang. Fasilitas media maupun alat peraga yang digunakan masih sedikit/kurang. Kurangnya alokasi waktu dengan saratnya materi. Kurangnya perhatian beberapa pihak yang menganggap Bahasa Jawa adalah mata pelajaran yang tidak penting.Pembelajaran belum memberi kontribusi berarti dalam perubahan pola tingkah laku negatif menjadi positif. Pembelajaran Bahasa Jawa belum dikemas dalam skenario yang mencerminkan penanaman pendidikan watak dan pekerti bangsa. (Prof. IE. Sudjarwadi, 2006)
Dari identifikasi masalah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa diperlukan langkah langkah peningkatan pembelajaran Bahasa Jawa, agar dapat mengubah paradigma lama, bahwa pembelajaran Bahasa Jawa kuna, konvensional, tidak menarik, kurang manfaat, dan  belum mencerminkan penanaman watak dan pekerti bangsa.
Makalah ini  mencoba mencari solusi dari permasalahan di atas, dengan upaya mengemas pembelajaran aspek-aspek Bahasa Jawa (mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis) dengan skenario yang aktif, kreatif, efektif, menarik, menyenangkan serta memotivasi siswa  menerapkan Bahasa Jawa di kehidupan sehari-hari, terutama dalam unggah-ungguh berbahasa.
Permbahasan pada makalah ini akan difokuskan pada  : Bagaimana Pembelajaran Bahasa Jawa dapat dimanfaatkan sebagai wahana pembentukan watak pekerti bangsa terutama dalam penerapan unggah-ungguh berbahasa yang menjadikan siswa dapat mengintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari?

B.  ISI

1.   Pengertian

Pembelajaran adalah kegiatan interaksi edukatif antara peserta didik dengan guru. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan tatap muka sebagaimana dimaksud dalam, PP No. 74 tahun 2008, yang isinya antara lain merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang belum menguasai kompetensi yang harus dicapai (Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas, 2009:10)
Bahasa Jawa adalah salah satu Mulok dalam struktur kurikulum di tingkat pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK, bahkan di Propinsi Jawa Tengah menjadi mulok wajib bagi semua jenjang pendidikan.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang berpikir dan bertindak. Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah dan oleh karenanya dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui semua mata pelajaran dan menajdi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah. (Pusat Kurikulum Balitbank Kemendiknas, 2010: 2)
Sejalan dengan itu Edi Sedyawati dalam Paul Suparno, dkk (2002:27), budi pekerti sering diartikan sebagai moralitas yang mengandung pengertian adat istiadat, sopan santun dan perilaku. Budi pekerti sebagai alat batin untuk menimbang perbuatan baik / buruk. Sebagai alat batin, moralitas (budi pekerti) dianggap sebagai suatu yang ada dalam diri seseorang yang terdalam seperti suara hati. Emile Duekheim (1990 : X) menyebutkan moralitas merupakan keteraturan tingkah laku dengan unsur pertama adalah disiplin, jadi moralitas berhubungan dengan perilaku yang positif.
Pembelajaran Bahasa Jawa khususnya dalam penerapan unggah-ungguh oleh siswa dianggap kompetensi yang paling sulit, karena untuk menerapkan unggah-ungguh diharapkan siswa mampu menguasai kompetensi berbahasa Jawa dengan baik dan benar. Unggah-ungguh dalam berbahasa Jawa sebenarnya secara kelompok besar dikategorikan menjadi tiga jenis yakni ngoko, madya dan krama. Bahkan ketiga kelompok tersebut kemudian diuraikan lagi menjadi sembilan yaitu:

1. ngoko andhap antya basa,
2. ngoko andhap basa antya,
3. madya ngoko,
4. madya krama,
5. kramantara,
6. wredakrama,
7. kramadesa,
8. mudakrama dan
9. kramainggil.

Ragam yang begitu banyak dan rumit akhirnya para pakar Bahasa Jawa menyederhanakan menjadi 4 ragam, yakni : ngoko lugu, ngoko alus, kromo lugu, dan  kromo alus (menurut kurikulum Berbahasa Jawa Tahun 2010). Hal ini bertujuan agar mendukung peningkatan ketrampilan berbahasa serta sesuai dengan kebutuhan peserta didik juga memenuhi azas fungsional komunikatif. Para siswa dituntut untuk bisa menerapkan keempat ragam di atas secara laras dan leres, yakni siswa berbicara dengan siapa,dimana, pada posisi bagaimana, misalnya apa sedang bicara dengan anak kecil, teman sebaya, orang tua, guru, orang yang lebih dihormati, dan lain-lain tentulah menggunakan ragam bahasa yang berbeda-beda. Karena sulitnya penerapan unggah-ungguh berbahasa tersebut menyebabkan siswa enggan, malas, kurang prigel kurang mersudi, durung Jawa/ora Jawa, sementara para guru dan orang tua biasanya menyalahkan, menggerutu, nyacat, kurang mencari jalan keluar, untuk itu dalam makalah ini akan dicoba mencari solusi agar siswa menjadi familiar dengan Bahasa Jawa, tidak lagi takut ataupun ragu-ragu  dalam menerapkan unggah-ungguh.
Dengan adanya ragam bahasa yang harus dipilih dalam berkomunikasi  berbahasa Jawa siswa perlu diingatkan akan adanya 4 hal, yakni :
1. mawas diri (tinggi atau rendah, tua atau muda, posisi/peprenahan
    serta umur
dibandhing dengan yang di ajak bicara ,
2. mawas ragam yang dipilih (ngoko, krama,atau krama inggi)l, ,
3. mawas kosakata (jangan sampai keliru ragam krama inggil untuk
    dirinya
sendiri,
4. mawas sikap (gerak tubuh, mimik, ngapurancang  atau bahkan
    malang kerik)
sesuai dengan situasi dan kondisi yang tepat.

Unggah-ungguh berbahasa merupakan penerapan berbahasa Jawa yang selaras dengan situasi dan kondisi dengan mengingat :


1. pembicara atau orang pertama (utama purusa),
2. lawan bicara atau orang kedua (madyama purusa),
3. orang yang dibicarakan atau orang ketiga (pratama purusa).

Contoh : Orang pertama kepada orang kedua “Panjenengan esuk-esuk kok wis resik-resik ana apa ta?”. Orang kedua menjawab “Apa ora midhanget panjenengan kuwi, menawa Bapak Bupati mengko arep rawuh” (Bapak Bupati itu orang ketiga yang disebut oleh orang kedua adalah orang yang dihormati). Contoh aplikasi di kelas ‘Bu guru kula ngrumiyini kondur” Kalimat ini kelihatannya halus namun menurut unggah-ungguh ini salah ada kata kondur. kata kondur termasuk kosakata krama inggil tidak boleh diterapkan untuk diri sendiri / orang pertama. Siswa dianggap “durung Jawa” atau “Ora Jawa” dapat terlihat pada contoh-contoh kalimat yang sering diucapkan siswa seperti

1. Aku wis mangan, Bapak yo uwis mangan kok.
2. Nuwun sewu kula tindak rumiyin.
3. Malem Minggu Bapak anggone turu nganti wengi.
4. Bapak maca koran karo ngombe kopi.
5. Sadurunge sekolah aku siram dhisik.
6. Simbah tuku oleh-oleh kanggo aku lan adhiku.
7. Mbar, Pak Guru akon nggarap apa?
8. Bu Guru mau omong piye?
9. dst.


di bawah ini : Karena sulitnya penerapan unggah-ungguh tersebut maka guru hendaknya secara terus menerus memprogram pembelajaran Bahasa Jawa yang sesuai dengan prinsip, tujuan, materi, metode penerapan dan penilaian agar pembelajaran Bahasa Jawa menjadi pembelajaran yang tidak ditakuti dan disegani oleh siswa. Dalam pembelajaran Bahasa Jawa mengambil prinsip-prinsip yang akan diuraikan di bawah ini :

2.   Prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa Jawa

Pembelajaran memiliki beberapa prinsip yakni, harus bertujuan dan terarah, Memerlukan bimbingan, memerlukan pemahaman sehingga diperoleh pemahaman, memerlukan latihan dan ulangan, merupakan proses aktif peserta didik dengan lingkungannya, disertai keinginan dan kemauan untuk mencapai tujuan, disertai proses internalisasi diri dari si pembelajar, dianggap berhasil jika telah sanggup menerapkan dalam praktik kehidupan sehari-hari
Pembelajaran Bahasa Jawa berdasarkan Kurikulum 2010 lebih menekankan kepada pendekatan komunikatif yaitu pembelajaran yang mempermudah para siswa agar lebih akrab dalam pergaulan dengan menggunakan Bahasa Jawa dan melatih siswa untuk lebih senang berbicara menggunakan Bahasa Jawa yang benar dan tetap sesuai dengan situasinya.

Pembelajaran Bahasa Jawa diajarkan dari SD sampai dengan SMP bahkan sampai SMA secara berkesinambungan, selaras antara kompetensi dasar yang satu dengan kompetensi dasar lainnya. Dalam pembelajaran ini ada 4 aspek yang diajarkan oleh guru yaitu :Mendengarkan, Berbicara, Membaca, Menulis. Keempat aspek tersebut tidak dapat terpisah antara satu aspek dengan aspek lainnya, dalam pembelajaran hanya penekanannya lebih difokuskan pada salah satu aspek, artinya pada pembelajaran mendengarkan siswa tidak hanya dituntut mendengarkan saja akan tetapi siswa juga harus dapat berbicara, menulis dan mengapresiasikannya dalam bentuk sastra. Di bawah ini beberapa contoh model pembelajaran yang dapat diajarkan kepada siswa, dalam mengemas aspek- aspek yang saling mendukung.

Peranan guru dalam pengembangan bahasa Jawa terutama penerapan unggah-ungguh sangat penting dan dominan dalam keberhasilan pembelajaran bahasa Jawa. Mengingat guru bahasa Jawa adalah orang-orang yang tugasnya setiap hari membina bahasa Jawa, orang yang semestinya merasa paling bertanggung jawab akan perkembangan bahasa Jawa adalah guru, orang yang selalu akan dituding oleh masyarakat bila hasil pengajaran bahasa Jawa disekolah tidak memuaskan. Guru memegang peranan terpenting dalam menentukan keberhasilan pengajaran. Bagaimanapun baiknya kurikukulum dan lengkapnya sarana prasarana, apabila guru tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka pengajaran pastilah tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.

Mengingat pentingnya peranan guru dalam menentukan keberhasilan pengajaran dengan demikian penting juga peranannya dalam pembinaan budi pekerti dan pendidikan karakter bangsa, maka seorang guru harus senantiasa mencari cara terbaik dalam menyajikan pembelajaran. Cara yang baik dalam menyajikan pembelajaran baiknya didukung oleh kreatifitas, kompetensi, dan performansi yang baik pula. Maka guruakan mampu menumbuhkembangkan minat murid dan membangkitkan kecintaan murid kepada mata pelajaran bahasa Jawa. (Sumarlam, 2011 : 29)
Contoh kreativitas guru dalam membelajarkan aspek-aspek ketrampilan berbahasa khususnya pada penerapan unggah-ungguh.

a.   Aspek Mendengarkan

Pembelajaran Bahasa Jawa pada aspek mendengarkan dapat dilakukan beberapa langkah-langkah pembelajaran yang menyenangkan antara lain : Salah satu siswa ditunjuk untuk maju dan menceritakan pengalaman sehari-hari, kesukaan kejadian yang mengesankan dengan menggunakan ragam bahasa tertentu di depan kelas. Siswa yang lain memperhatikan apa yang menjadi isi dari cerita temannya. Jika kemudian yang bercerita sudah selesai tidak dipersilahkan duduk dahulu, tetapi beri kesempatan kepada teman-temannya untuk bertanya jawab tentang cerita yang disampaikan, juga dengan menggunakan ragam tertentu agar sekaligus menerapkan unggah-ungguhnya. Peran guru disini sebagai fasilitator bagi siswa tersebut bila ada pertanyaan yang tidak jelas. Setelah itu guru memberi tugas kepada siswa yang lain untuk menceritakan kembali cerita yang didengar tersebut baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah cerita yang disampaikan temannya tadi dapat diterima dengan baik atau tidak.Setiap tampilan siswa selalu dikembangkan alih kode dengan ragam bahasa (ngoko, krama maupun krama inggil)

1.   Pembelajaran mendengarkan dapat juga diajarkan dengan mengajak siswa untuk mendengarkan dongeng baik melalui kaset maupun melalui teks yang dibacakan guru. Siswa mendengarkan cerita sambil mencatat hal-hal yang penting. Setelah dongeng selesai didengar, guru memberikan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan cerita dan siswa menjawab pertanyaan baik secara lisan ataupun tulisan. Selanjutnya berilah kesempatan kepada siswa untuk menceritakan kembali cerita tersebut baik secara lisan maupun tulisan, kemudian bentuk kelompok untuk diberi tugas membuat pertanyaan dan jawaban dari wacana yang didengar dengan ragam bahasa tertentu, dan dapat digunakan untuk mencari pasangan dalam kelompok (make-amatch)

b. 
  Aspek Berbicara

Berbicara merupakan aspek pembelajaran Bahasa Jawa yang sangat relevan dalam aplikasi penerapan unggah-ungguh berbahasa. Contoh skenario :

1. Siswa diajak untuk menceritakan pengalaman sehari-hari dengan
   menggunakan Bahasa Jawa sesuai dengan ragam bahasa yang
   dimiliki, teman yang lain mengajukan pertanyaan dengan ragam
   bahasa tertentu.

2. Menceritakan kembali teks bacaan yang dibaca. Dapat menceritakan
   dengan basa ngoko, basa krama atau basa dialek dari suatu daerah.

3. Langkah pembelajaran selanjutnya mengajak siswa untuk menjawab
   pertanyaan yang merupakan bagian dari ketrampilan berbicara.


Dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk mempelajari unsur pragmatik, yaitu siapa, suasana, sarana, tempat. Arah dan wujud dari pertanyaan yang harus diperhatikan adalah apa, siapa, berapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana. Pembelajaran ini dapat lebih menarik bila dilakukan dengan bermacam model pembelajaran seperti percakapan (pacelathon), pidato (sesorah) atau wawancara, sesuai dengan obyek yang diminati siswa. Semua itu dapat melatih siswa agar dapat menggunakan Bahasa Jawa dengan senang dan benar dengan metode role playing sesuai unggah-ungguh.

Selain di atas masih banyak model pembelajaran yang diberikan sehingga siswa menjadi lebih menyukai dan tertarik dengan pelajaran Bahasa Jawa. Strategi pembelajaran dengan menggunakan beberapa pendekatan diperlukan dalam menyampaikan pembelajaran Bahasa Jawa ini, misalnya pendekatan CTL (Contekstual Teacher and Learning), pendekatan komunikatif fungsional atau pendekatan konstruktifisme. Indikator keberhasilan PBM dapat dilihat dari perubahan sikap perilaku siswa, anak mulai bersikap sopan, bertutur kata dengan cara yang baik, mulai lebih menghormati guru, orang tua, teman-temannya. Sikap kesopanan diaktualisasi misalnya pada saat berangkat dan pulang sekolah mencium tangan kedua orang tua, guru dll.
Metode metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan penerapan unggah ungguh antara lain :
1. Simak-ulang ucap digunakan dalam memperkenalkan bunyi-bunyi
    tertentu, contoh t, dengan th pada kata tutuk atau thuthuk, d, dengan
    dh pada kata dandang atau dhandang,

2. Simak kerjakan, menerapkan model ucapan guru yang berisi kalimat
    perintah,

3. Simak-Terka, guru memberikan deskripsi suatu benda atau kalimat
    rumpang siswa menebak dan melengkapi kalimat,

4. Menjawab pertanyaan,
5. Parafrase
6. Merangkum
7. Bisik Berantai
8. Identifikasi kata kunci.

3.   Bentuk Pengintegrasian Watak Dan Karakter Dalam Pembelajaran Bahasa Jawa

Pada dasarnya pembelajaran Bahasa Jawa pada saat ini diharapkan agar para siswa lebih menyenangi budaya bangsa khususnya Budaya Jawa. Dengan menumbuhkan cipta, rasa dan karsa, siswa diajak untuk mengenal dan lebih mencintai budaya sendiri, serta mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Praktek dalam pembelajaran Bahasa Jawa memasukkan nilai-nilai ke Jawaan yang diharapkan melalui tahapan-tahapan di bawah ini:
1. Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya
    Jawa/penerapan unggah-ungguh sudah tercakup di dalamnya.
2. Menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK/ KD
    dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai budaya Jawa yang
    akan dikembangkan.
3. Mencantumkan nilai-nilai budaya Jawa  ke dalam silabus.
4. Mencantumkan nilai-nilai budaya Jawa yang sudah tercantum dalam
    silabus ke RPP.
5. Mengembangkan proses pembelajaran siswa aktif yang
    memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan
    internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai.
6. Memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan
    untuk internalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam
    perilaku.

Pembelajaran yang efektif memerlukan kreatifitas Guru. Contoh kreatifitas Guru dalam menerapkan unggah-ungguh yang dapat dikembangkan.
Dalam upaya menunjang kemudahan pembelajaran Bahasa Jawa khususnya dalam penerapan unggah-ungguh Guru dan siswa perlu mempersiapkan sarana dan prasarana atau peraga yang digunakan seperti di bawah ini :

1. Guru menyiapkan/memberi tugas siswa membuat kartu kata
    sebanyak-banyaknya, berwarna warni dengan 3 ragam bahasa
    (ngoko, krama, dan krama inggil).
2. Siswa secara berpasangan memainkan kartu-kartu kata tersebut, tiap
    siswa mendapat 10 kata ragam ngoko, 10 kata ragam krama, dan 10
    kata krama inggil.
3. Secara berpasangan maupun permainan kelompok menggunakan
    kartu kata tersebut untuk menyusun menjadi kalimat dengan
    ragam-ragam tertentu.penyusunan kalimat ditingkatkan dari waktu ke
    waktu baik secara kualitas maupun kwantitas  dengan games games
    yang menyenangkan.
4. Permainan dilaksanakan sampai anak memahami dan menerapkan
    langsung kepada lingkungan sesuai situasi dan kondisi yang ada saat
    itu.
5. Guru memberi tugas praktek penerapan unggah-ungguh kepada siswa
    di lingkungan sekolah sampai pada lingkungan keluarga dan
    masyarakat.
6. Guru memberi tugas siswa untuk mencatat penerapan-penerapan
    unggah-ungguh yang sudah dilakukan siswa setiap hari baik dalam
    lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Hal tersebut di atas diterapkan dengan tindakan-tindakan yang diulang terus menerus yang akhirnya menjadi pembiasaan dan dengan tujuan akhir proses internalisasi diri dalam melaksanakan unggah-ungguh menjadi kepribadian yang melekat pada diri siswa.
Dampak penanaman watak dan pekerti bangsa bisa diambil dalam pembelajaran diatas :

1.   Ditinjau dari sudut sosial budaya

1. Membantu siswa bersosialisasi dengan temannya. Hal ini terbukti
    dengan adanya perubahan sikap dari anak didik yang dulunya
    pendiam dan pemalu sekarang menjadi aktif dan kreatif, siswa
    secara individu maupun kelompok berinteraksi aktif.
2. Menciptakan situasi kerukunan di kelas. Hal ini terbukti dengan
    adanya kerjasama yang saling membantu antara anak didik dalam
    pembelajaran. Anak yang pandai membimbing anak yang kurang
    pandai dan anak yang kurang pandaipun sudah tidak takut lagi untuk
    bertanya kepada temannya, saling menukar peraga dll.
3. Mengembangkan sikap tolong menolong/ toleransi. Hal ini terbukti
    pada saat anak didik maju kedepan kelas untuk menyusun kalimat
    dengan peraga miliknya jika ada yang kurang, maka anak didik
    lainnya meminjami peraganya yang dibutuhan.
4. Mengembangkan sikap saling menghormati, sopan santun, dan tata
    krama.
    Hal ini terbukti karena semua anak didik saling menghormati
    kesepakatan yang telah dibuat bersama.
5. Anak didik dapat melestarikan salah satu aset Budaya Jawa yaitu
    masih peduli dengan keberadaan unggah-ungguh bahasa Jawa
    dengan segala ragamnya yang secara umum sekarang ini sudah mulai
    dikesampingkan oleh anak-anak sekarang. Namun dengan adanya
    kreatifitas dalam pembelajaran ini ternyata anak didik sangat peduli 
    dan bersemangat untuk mempelajari, dan menerapkannya.

2.   Ditinjau dari sudut ekonomi
Anak didik ataupun guru lebih efisien atau tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk  mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Karena dengan skenario ini sarana yang digunakan relatif murah dan sederhana serta mudah didapat dengan hasil yang memuaskan.

3.   Ditinjau dari sudut lingkungan

a. Kebiasaan yang baik disekolah terbawa oleh anak didik dalam
    lingkungan sekitarnya. Misalnya sifat disiplin yang ditanamkan di
    sekolah juga dilakukan di rumah.

b. Hubungan antara pihak sekolah dengan orang tua/ wali murid juga
    terjaga baik. Karena dengan adanya skenario pembelajaran  ini anak
    didik banyak mengalami peningkatan bertata krama, bersikap,
    bertingkah laku baik  di sekolah maupun tingkah laku kesehariannya
    di rumah.


Contoh Perencanaan Pengembangan unggah-ungguh yang Dapat Diprogram Guru

1. Kegiatan Rutin di Sekolah, meliputi :
    (a) Setiap bertemu dengan siapapun selalu memberi salam,
    (b) Setiap merasa bersalah meminta maaf (nuwun sewu),
    (c) Setiap mau mendahului selalu mohon ijin (ndherek langkung),
    (d) Selalu membiasakan gerakan tubuh (gesture) yang
    mengisyaratkan kesopanan, contoh : menganggukkan kepala,
    membungkukkan badan, mengacungkan ibu jari, apabila berjalan
    dibiasakan untuk selalu hati-hati dan sopan serta gerakan yang
    pantas.
2. Kegiatan Spontan, berupa: (a) kegiatan mencatat dan menegur teman yang kurang pas atau keliru atau salah dalam menerapkan unggah-ungguh dan memberi solusinya, (b) memberi penghargaan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising) tingkah laku, tindak tanduk, tata krama yang sudah sesuai dengan unggah-ungguh.
3. Teladan Modelling atau Exemplary yaitu dengan mensosialisasikan dan mengimplementasikan unggah-ungguh yang benar dengan model/teladan dari para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah maupun dari siswa yang lebih besar kepada adik kelasnya.
4. Pengkondisian Sekolah mengkondisikan kehidupan sekolah yang mencerminkan unggah- ungguh yang baik dan benar dalam semua situasi dan kondisi.

C.  PENUTUP

Pembelajaran Bahasa Jawa sebagai wahana penanaman watak dan pekerti Bangsa membutuhkan kepiawaian  guru dalam mengemas menjadi pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Inovatif dan menyenangkan, berdaya guna dan berhasil guna hingga mampu mengintegrasikan nilai-nilai unggah-ungguh dan budi pekerti luhur seperti, tahu sopan santun, tata krama berbahasa, dan bisa menempatkan diri di tengah pergaulan umum. Sesuai fungsi pokok Pembelajaran Bahasa Jawa yakni komunikasi, edukasi, dan cultural, maka untuk memenuhi fungsi tersebut Pembelajaran Bahasa Jawa dapat menjadi salah satu alat pembentuk sikap, watak dan perilaku Bangsa. Indikator dari keberhasilan tersebut adalah Kemampuan Siswa dalam mengaplikasikan hasil pembelajaran Bahasa Jawa, terlihat dari perubahan tingkah laku, tata karma halus budi bahasanya dan menjadi insan yang beradab.
Betapapun sulitnya dalam penerapan pembelajaran unggah-ungguh namun harus selalu diupayakan mengingat hal-hal di bawah ini, yaitu: (1) sebagai sarana untuk tetap melestarikan sopan santun, tata krama, etika Jawa sekaligus sebagai wahana melestarikan budaya Jawa, (2) sebagai alat pendidikan kepada peserta didik dalam proses internalisasi diri dalam memenuhi kewajiban menghormati, menghargai tatanan yang sudah disepakati oleh masyarakat Jawa, (3) sebagai sarana menunjukkan kepada dunia bahwa melalui unggah ungguh dapat membedakan dengan bangsa lain sehingga jati diri dan kehormatan bangsa terjaga, (4) sebagai wahana pembentukan “ nation culture and character building,”yakni pendidikan budaya yang membangun karakter bangsa melalui pengembangan nilai nilai budaya bangsa.
Pembelajaran bahasa Jawa yang kreatif dan menyenangkan khususnya dalam penerapan unggah-ungguh dapat dimanfaatkan sebagai wahana pembentukan watak pekerti bangsa dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta internalisasi diri dalam budaya Jawa yang adhiluhung.
Dengan seluruh warga sekolah memiliki komitmen yang kuat serta disiplin yang tinggi untuk mencapai pembiasaan berlaku, bertindak dan bertata krama melalui penerapan unggah-ungguh yang benar senantiasa dibiasakan, sehingga tumbuh kesadaran bahwa penerapan unggah-ungguh mampu sebagai sarana penanaman budi pekeri luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka acting the good  itu berubah menjadi kebiasaan

◊ “Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lan legawaning
    ati, darbe sifat berbudi bawa leksana.
“Ciri-ciri orang luhur ialah tingkah laku dan budi bahasa yang halus,
    keikhlasan hati, dan rela berkorban, tanpa mendahulukan
    kepentingan pribadi. ( Butir-butir Budaya Jawa)

DAFTAR   PUSTAKA
♦ Ahmadi, H. abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Rineka
   Cipta
Eko Budiharjo. 2003, Improvisasi / Inovasi Pembelajaran Menuju
   Pendidikan Yang Sarat Nilai Moral, Seminar Peningkatan Kualitas
   Bangsa Melalui Pendidikan Berbasis Kompetensi Bervisi Moral.
   Yogyakarta : UNY
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
   Kependidikan, 2009, Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan
   Pengawas, Jakarta.
Durkhrim, Emile. 1990, Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan
   Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Erlangga.
Gubernur Jawa Tengah,  2005. SK Nomor : 895.5/01/2005 
   Kurikulum Bahasa  Jawa Tahun 2004 Untuk SD/MI/SDLB,
   SMP/MTS/SMPLB, dan SMA/MA/SMK/SMALB Negeri dan
   Swasta. Propinsi Jawa Tengah.
Juwita, Kenny, I, Gustu Nyoman Sanjaya, Enda E Ginting. 1997.
   Menciptakan Kelas yang Berpusat Pada Anak. Alih Bahasa dari
   Children s Resources Internasional. Jakarta: Kelapa Gading Permai
   14250 
Sudjarwadi, I.E. Prof. 2006. Makalah. Strategi Pembelajaran Bahasa
   Jawa Bagi Anak-Anak. Semarang : kongres Bahasa Jawa IV.
Sumarlam, 2011.  Potret Pemakaian Bahasa Jawa Dewasa ini serta
   pembinaan dan Pengembangan : Sebuah Pergeseran Struktur
   Gramatika dan Tingkat Tutur. Pidato Sidang Pengukuhan, Universitas
   Sebelas Maret Surakarta.
Kadijo, 2003. Penyajian Bahan  Ajar Bahasa Jawa pada Buku
   Pendidikan Dasar. Semarang: CV Redijaya( Rosda Grup)
Paul Suparno. 2002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Suatu
   Tinjauan Umum. Yogyakarta : Kanisius
Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010, Pengembangan
   Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Balitbang : Kemendiknas.



Sumber : http://ki-demang.com/kbj5/index.php/makalah-komisi-b/1148-14-pembelajaran-bahasa-jawa-sebagai-wahana-pembentukan-watak-pekerti-bangsa-penerapan-unggah-ungguh-berbahasa

kds penutup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar