Pembelajaran Bahasa Jawa Sebagai Wahana
Pembelajaran Watak Pekerti Bangsa(Penerapan Unggah - Ungguh Berbahasa)
Oleh : Endang Rahayu MH., S.Pd.M.Pd
ABSTRAK
Sejarah membuktikan bahwa kehancuran sebuah bangsa seringkali ditandai
oleh runtuhnya watak, pekerti, karakter dan mentalitas masyarakat bangsa
tersebut. Karena itu bangsa dengan karakter kuat hanya akan terwujud
jika individu-individu di dalam bangsa itu adalah manusia yang
berbudaya, berwatak dan berperilaku baik. Dalam konteks ini pembelajaran
Bahasa Jawa merupakan salah satu wahana penanaman pendidikan watak dan
pekerti bangsa bagi generasi muda kita khususnya siswa-siswa kita di
sekolah. Pembelajaran Bahasa Jawa akan menjadi salah satu wahana dalam
menumbuhkan jati diri bangsa kita yang beradab dan berbudi pekerti
luhur.
Bagi Budaya Jawa, Bahasa Jawa sebaiknya
dimaknai sebagai wahana pembentukan karakter bangsa yang ditandai oleh
sikap dan perilaku yang berdasarkan pada budaya dan adat istiadat Jawa
serta aturan yang telah menjadi kesepatakan kolektif. Hal itu merupakan
implementasi dari hasil pendidikan terutama hasil PBM (Proses Belajara
Mengajar) bahasa dan sastra Jawa di sekolah. Jika hakikat dan makna
pendidikan, watak, karakter dan pekerti bangsa diaplikasi dalam
model-model PBM Bahasa Jawa, sehingga dapat mewujudkan perubahan pada
diri setiap siswa yang mempelajari, memahami dan mengaplikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini apabila terwujud maka akan menjadi
sumbangan yang maha penting bagi perbaikan watak dan pekerti bangsa kita
ke depan. Perbaikan karakter bangsa berarti mengatasi berbagai
permasalahan bangsa ini secara substansional. Sungguh amat banyak
manfaat, hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari kita
melaksanakan pembelajaran Bahasa Jawa apabila para guru dapat mengemas,
meracik, menskenario pembelajaran Bahasa Jawa yang aktif, kreatif,
menarik dan menyenangkan bagi siswa sehingga para siswa mampu
mengaplikasi dalam berlaku dan bertindak. Kata kunci : Pembelajaran, Bahasa Jawa, Watak, Pekerti BangsaPEMBELAJARAN BAHASA JAWA SEBAGAI WAHANA PEMBENTUKAN WATAK PEKERTI BANGSA (PENERAPAN UNGGAH-UNGGUH BERBAHASA)
Wong kang ora gelem nggugu piwulang becik, iku prasasat nadhahi rubuhe
kayu gurda. Brengkele yen ngakoni dhewe. Apa kowe kabeh padha dhemen
sing kaya mengkono? MIJILDedalane guna lawan sekti Kudu andhap asor Wani ngalah luhur wekasane Tumungkula yen dipun dukani Bapang den simpangi Ana catur mungkur DHANDHANGGULA Werdining kang wasita jinarwi, Wruh ing kukum iku watekira, Adoh marang kanisthane, Pamicara puniku, Weh reseping sagung miyarsi, Tatakrama punika, Ngedohken panyendhu, Kagunan iku kinarya, Ngupa boga dene kalakuan becik Weh rahayuning raga A. PENDAHULUAN
Tulisan di atas menggambarkan betapa
kayanya budaya Jawa dalam memotivasi, meningkatkan kesadaran, menanamkan
pembiasaan kepada semua siswa dalam rangka pembentukan watak dan
pekerti bangsa,contoh, makna yang terkandung dalam tembang Mijil di atas
yatui melatih anak untuk sabar, sopan santun, taat kepada orang tua,
menjaga kerukunan, menghindari pertengkaran, dll. Namun karena serbuan
globlalisasi menyebabkan nilai-nilai dan gaya hidup tidak selalu sesuai
dengan nilai, norma, adat istiadat, ethics, dan karakter bangsa. Budaya
bangsa secara bertahap bergeser ke arah individualisme, konsumtif,
egois, bergaya hidup materialistik, hedonistic, permissive mempercepat
disorientasi dan dislokasi, disinilah peranan penting dari pembelajaran
bahasa Jawa sebagai wahana pembentukan watak karakter bangsa dituntut.
Keringnya kesantunan dan unggah-ungguh para siswa, penguasaan Bahasa
Jawa yang masih rendah, pengucapan kosa kata, dan kalimat yang tidak
tepat menjadi indikator bahwa pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah
belum berhasil maksimal serta tujuan belum tuntas optimal.
Pemberdayaan Pembelajaran Bahasa Jawa perlu dioptimalkan dalam upaya
mempertahankan kekayaan budaya bangsa yang tidak ternilai harganya,
Pembelajaran Bahasa Jawa pada dasarnya dapat dijadikan wahana penanaman
watak, pekerti, teerutama melalui penerapan unggah-ungguh pada
masyarakat Jawa serta memiliki peran sentral dalam pengembangan watak,
dan pekerti bangsa. Pembelajaran Bahasa Jawa diharapkan dapat membantu
peserta didik mengenal dirinya, lingkungannya, menerapkan dalam tata
krama budayanya, menghargai potensi bangsanya, sehingga mampu
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan
dapat menemukan serta menggunakan kemampuan analisis, imajinatif dalam
dirinya. Namun apa yang terjadi di
lapangan memperlihatkan bahwa, keberadaan Pembelajaran Bahasa Jawa,
berdasarkan hasil evaluasi kepengawasan perihal penilaian terhadap
pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa (Penulis adalah seorang pengawas
TK/SD), belum mencapai hasil yang memuaskan. Pelaksanaan pembelajaran
Bahasa Jawa masih banyak kekurangan atau permasalahan, dan secara umum
permasalahannya diidentifikasi sebagai berikut: Pembelajaran masih
menitikberatkan peran guru, sehingga guru mendominasi pelaksanaan PBM.
Siswa sangat pasif, tidak semangat, tidak
tertarik, dan mengaggap bahasa Jawa itu sulit. Siswa lebih
menitikberatkan pada materi kognitif, kurang pada aspek psykomotor dan
afektif. Siswa belum/ tidak mempraktekkan Bahasa Jawa di Sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Pemahaman siswa terhadap kosa kata Bahasa Jawa
sangat minim. Pengetahuan dan penerapan unggah-ungguh sangat sulit dan
kaku. Banyak guru yang kurang memahami dan menguasai materi, karena
tidak didukung oleh latar pendidikan bahasa Jawa.Teladan dari guru untuk
ditiru siswa masih kurang. Fasilitas media maupun alat peraga yang
digunakan masih sedikit/kurang. Kurangnya alokasi waktu dengan saratnya
materi. Kurangnya perhatian beberapa pihak yang menganggap Bahasa Jawa
adalah mata pelajaran yang tidak penting.Pembelajaran belum memberi
kontribusi berarti dalam perubahan pola tingkah laku negatif menjadi
positif. Pembelajaran Bahasa Jawa belum dikemas dalam skenario yang
mencerminkan penanaman pendidikan watak dan pekerti bangsa. (Prof. IE.
Sudjarwadi, 2006) Dari identifikasi
masalah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa diperlukan langkah
langkah peningkatan pembelajaran Bahasa Jawa, agar dapat mengubah
paradigma lama, bahwa pembelajaran Bahasa Jawa kuna, konvensional, tidak
menarik, kurang manfaat, dan belum mencerminkan penanaman watak dan
pekerti bangsa. Makalah ini mencoba
mencari solusi dari permasalahan di atas, dengan upaya mengemas
pembelajaran aspek-aspek Bahasa Jawa (mendengarkan, berbicara, membaca
dan menulis) dengan skenario yang aktif, kreatif, efektif, menarik,
menyenangkan serta memotivasi siswa menerapkan Bahasa Jawa di kehidupan
sehari-hari, terutama dalam unggah-ungguh berbahasa.
Permbahasan pada makalah ini akan difokuskan pada : Bagaimana
Pembelajaran Bahasa Jawa dapat dimanfaatkan sebagai wahana pembentukan
watak pekerti bangsa terutama dalam penerapan unggah-ungguh berbahasa
yang menjadikan siswa dapat mengintegrasikan dalam kehidupan
sehari-hari?
B. ISI
1. Pengertian
Pembelajaran adalah kegiatan interaksi
edukatif antara peserta didik dengan guru. Kegiatan tersebut merupakan
kegiatan tatap muka sebagaimana dimaksud dalam, PP No. 74 tahun 2008,
yang isinya antara lain merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada
peserta didik yang belum menguasai kompetensi yang harus dicapai
(Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas, 2009:10)
Bahasa Jawa adalah salah satu Mulok dalam struktur kurikulum di tingkat
pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK, bahkan di Propinsi Jawa
Tengah menjadi mulok wajib bagi semua jenjang pendidikan.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral,
norma dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang
diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang
berpikir dan bertindak. Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah
usaha bersama sekolah dan oleh karenanya dilakukan secara bersama oleh
semua guru dan pimpinan sekolah, melalui semua mata pelajaran dan
menajdi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah. (Pusat
Kurikulum Balitbank Kemendiknas, 2010: 2)
Sejalan dengan itu Edi Sedyawati dalam Paul Suparno, dkk (2002:27),
budi pekerti sering diartikan sebagai moralitas yang mengandung
pengertian adat istiadat, sopan santun dan perilaku. Budi pekerti
sebagai alat batin untuk menimbang perbuatan baik / buruk. Sebagai alat
batin, moralitas (budi pekerti) dianggap sebagai suatu yang ada dalam
diri seseorang yang terdalam seperti suara hati. Emile Duekheim (1990 :
X) menyebutkan moralitas merupakan keteraturan tingkah laku dengan unsur
pertama adalah disiplin, jadi moralitas berhubungan dengan perilaku
yang positif. Pembelajaran Bahasa
Jawa khususnya dalam penerapan unggah-ungguh oleh siswa dianggap
kompetensi yang paling sulit, karena untuk menerapkan unggah-ungguh
diharapkan siswa mampu menguasai kompetensi berbahasa Jawa dengan baik
dan benar. Unggah-ungguh dalam berbahasa Jawa sebenarnya secara kelompok
besar dikategorikan menjadi tiga jenis yakni ngoko, madya dan krama.
Bahkan ketiga kelompok tersebut kemudian diuraikan lagi menjadi sembilan
yaitu:
1. ngoko andhap antya basa,
2. ngoko andhap basa antya,
3. madya ngoko,
4. madya krama,
5. kramantara,
6. wredakrama,
7. kramadesa,
8. mudakrama dan
9. kramainggil.
Ragam yang begitu banyak dan rumit akhirnya
para pakar Bahasa Jawa menyederhanakan menjadi 4 ragam, yakni : ngoko
lugu, ngoko alus, kromo lugu, dan kromo alus (menurut kurikulum
Berbahasa Jawa Tahun 2010). Hal ini bertujuan agar mendukung peningkatan
ketrampilan berbahasa serta sesuai dengan kebutuhan peserta didik juga
memenuhi azas fungsional komunikatif. Para siswa dituntut untuk bisa
menerapkan keempat ragam di atas secara laras dan leres, yakni siswa
berbicara dengan siapa,dimana, pada posisi bagaimana, misalnya apa
sedang bicara dengan anak kecil, teman sebaya, orang tua, guru, orang
yang lebih dihormati, dan lain-lain tentulah menggunakan ragam bahasa
yang berbeda-beda. Karena sulitnya penerapan unggah-ungguh berbahasa
tersebut menyebabkan siswa enggan, malas, kurang prigel kurang mersudi,
durung Jawa/ora Jawa, sementara para guru dan orang tua biasanya
menyalahkan, menggerutu, nyacat, kurang mencari jalan keluar, untuk itu
dalam makalah ini akan dicoba mencari solusi agar siswa menjadi familiar
dengan Bahasa Jawa, tidak lagi takut ataupun ragu-ragu dalam
menerapkan unggah-ungguh. Dengan
adanya ragam bahasa yang harus dipilih dalam berkomunikasi berbahasa
Jawa siswa perlu diingatkan akan adanya 4 hal, yakni :
1. mawas diri (tinggi atau rendah, tua atau muda, posisi/peprenahan
serta umur dibandhing dengan yang di ajak bicara ,
2. mawas ragam yang dipilih (ngoko, krama,atau krama inggi)l, ,
3. mawas kosakata (jangan sampai keliru ragam krama inggil untuk
dirinya sendiri,
4. mawas sikap (gerak tubuh, mimik, ngapurancang atau bahkan
malang kerik) sesuai dengan situasi dan kondisi yang tepat.
Unggah-ungguh berbahasa merupakan penerapan berbahasa Jawa yang selaras dengan situasi dan kondisi dengan mengingat :
1. pembicara atau orang pertama (utama purusa),
2. lawan bicara atau orang kedua (madyama purusa),
3. orang yang dibicarakan atau orang ketiga (pratama purusa).
Contoh : Orang pertama kepada orang kedua
“Panjenengan esuk-esuk kok wis resik-resik ana apa ta?”. Orang kedua
menjawab “Apa ora midhanget panjenengan kuwi, menawa Bapak Bupati mengko
arep rawuh” (Bapak Bupati itu orang ketiga yang disebut oleh orang
kedua adalah orang yang dihormati). Contoh aplikasi di kelas ‘Bu guru
kula ngrumiyini kondur” Kalimat ini kelihatannya halus namun menurut
unggah-ungguh ini salah ada kata kondur. kata kondur termasuk kosakata
krama inggil tidak boleh diterapkan untuk diri sendiri / orang pertama.
Siswa dianggap “durung Jawa” atau “Ora Jawa” dapat terlihat pada
contoh-contoh kalimat yang sering diucapkan siswa seperti
1. Aku wis mangan, Bapak yo uwis mangan kok.
2. Nuwun sewu kula tindak rumiyin.
3. Malem Minggu Bapak anggone turu nganti wengi.
4. Bapak maca koran karo ngombe kopi.
5. Sadurunge sekolah aku siram dhisik.
6. Simbah tuku oleh-oleh kanggo aku lan adhiku.
7. Mbar, Pak Guru akon nggarap apa?
8. Bu Guru mau omong piye?
9. dst.
di bawah ini : Karena sulitnya penerapan
unggah-ungguh tersebut maka guru hendaknya secara terus menerus
memprogram pembelajaran Bahasa Jawa yang sesuai dengan prinsip, tujuan,
materi, metode penerapan dan penilaian agar pembelajaran Bahasa Jawa
menjadi pembelajaran yang tidak ditakuti dan disegani oleh siswa. Dalam
pembelajaran Bahasa Jawa mengambil prinsip-prinsip yang akan diuraikan
di bawah ini : 2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa Jawa
Pembelajaran memiliki beberapa prinsip
yakni, harus bertujuan dan terarah, Memerlukan bimbingan, memerlukan
pemahaman sehingga diperoleh pemahaman, memerlukan latihan dan ulangan,
merupakan proses aktif peserta didik dengan lingkungannya, disertai
keinginan dan kemauan untuk mencapai tujuan, disertai proses
internalisasi diri dari si pembelajar, dianggap berhasil jika telah
sanggup menerapkan dalam praktik kehidupan sehari-hari
Pembelajaran Bahasa Jawa berdasarkan Kurikulum 2010 lebih menekankan
kepada pendekatan komunikatif yaitu pembelajaran yang mempermudah para
siswa agar lebih akrab dalam pergaulan dengan menggunakan Bahasa Jawa
dan melatih siswa untuk lebih senang berbicara menggunakan Bahasa Jawa
yang benar dan tetap sesuai dengan situasinya.
Pembelajaran Bahasa Jawa diajarkan dari
SD sampai dengan SMP bahkan sampai SMA secara berkesinambungan, selaras
antara kompetensi dasar yang satu dengan kompetensi dasar lainnya.
Dalam pembelajaran ini ada 4 aspek yang diajarkan oleh guru yaitu
:Mendengarkan, Berbicara, Membaca, Menulis. Keempat aspek tersebut tidak
dapat terpisah antara satu aspek dengan aspek lainnya, dalam
pembelajaran hanya penekanannya lebih difokuskan pada salah satu aspek,
artinya pada pembelajaran mendengarkan siswa tidak hanya dituntut
mendengarkan saja akan tetapi siswa juga harus dapat berbicara, menulis
dan mengapresiasikannya dalam bentuk sastra. Di bawah ini beberapa
contoh model pembelajaran yang dapat diajarkan kepada siswa, dalam
mengemas aspek- aspek yang saling mendukung.
Peranan guru dalam pengembangan bahasa
Jawa terutama penerapan unggah-ungguh sangat penting dan dominan dalam
keberhasilan pembelajaran bahasa Jawa. Mengingat guru bahasa Jawa adalah
orang-orang yang tugasnya setiap hari membina bahasa Jawa, orang yang
semestinya merasa paling bertanggung jawab akan perkembangan bahasa Jawa
adalah guru, orang yang selalu akan dituding oleh masyarakat bila hasil
pengajaran bahasa Jawa disekolah tidak memuaskan. Guru memegang peranan
terpenting dalam menentukan keberhasilan pengajaran. Bagaimanapun
baiknya kurikukulum dan lengkapnya sarana prasarana, apabila guru tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka pengajaran pastilah tidak
akan memberikan hasil yang memuaskan.
Mengingat pentingnya peranan guru dalam
menentukan keberhasilan pengajaran dengan demikian penting juga
peranannya dalam pembinaan budi pekerti dan pendidikan karakter bangsa,
maka seorang guru harus senantiasa mencari cara terbaik dalam menyajikan
pembelajaran. Cara yang baik dalam menyajikan pembelajaran baiknya
didukung oleh kreatifitas, kompetensi, dan performansi yang baik pula.
Maka guruakan mampu menumbuhkembangkan minat murid dan membangkitkan
kecintaan murid kepada mata pelajaran bahasa Jawa. (Sumarlam, 2011 : 29) Contoh kreativitas guru dalam membelajarkan aspek-aspek ketrampilan berbahasa khususnya pada penerapan unggah-ungguh.
a. Aspek Mendengarkan
Pembelajaran Bahasa Jawa pada aspek
mendengarkan dapat dilakukan beberapa langkah-langkah pembelajaran yang
menyenangkan antara lain : Salah satu siswa ditunjuk untuk maju dan
menceritakan pengalaman sehari-hari, kesukaan kejadian yang mengesankan
dengan menggunakan ragam bahasa tertentu di depan kelas. Siswa yang lain
memperhatikan apa yang menjadi isi dari cerita temannya. Jika kemudian
yang bercerita sudah selesai tidak dipersilahkan duduk dahulu, tetapi
beri kesempatan kepada teman-temannya untuk bertanya jawab tentang
cerita yang disampaikan, juga dengan menggunakan ragam tertentu agar
sekaligus menerapkan unggah-ungguhnya. Peran guru disini sebagai
fasilitator bagi siswa tersebut bila ada pertanyaan yang tidak jelas.
Setelah itu guru memberi tugas kepada siswa yang lain untuk menceritakan
kembali cerita yang didengar tersebut baik secara lisan maupun tulisan.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah cerita yang disampaikan
temannya tadi dapat diterima dengan baik atau tidak.Setiap tampilan
siswa selalu dikembangkan alih kode dengan ragam bahasa (ngoko, krama
maupun krama inggil) 1.
Pembelajaran mendengarkan dapat juga diajarkan dengan mengajak siswa
untuk mendengarkan dongeng baik melalui kaset maupun melalui teks yang
dibacakan guru. Siswa mendengarkan cerita sambil mencatat hal-hal yang
penting. Setelah dongeng selesai didengar, guru memberikan beberapa
pertanyaan yang berhubungan dengan cerita dan siswa menjawab pertanyaan
baik secara lisan ataupun tulisan. Selanjutnya berilah kesempatan kepada
siswa untuk menceritakan kembali cerita tersebut baik secara lisan
maupun tulisan, kemudian bentuk kelompok untuk diberi tugas membuat
pertanyaan dan jawaban dari wacana yang didengar dengan ragam bahasa
tertentu, dan dapat digunakan untuk mencari pasangan dalam kelompok
(make-amatch)
b. Aspek Berbicara
Berbicara merupakan aspek pembelajaran
Bahasa Jawa yang sangat relevan dalam aplikasi penerapan unggah-ungguh
berbahasa. Contoh skenario :
1. Siswa diajak untuk menceritakan pengalaman sehari-hari dengan
menggunakan Bahasa Jawa sesuai dengan ragam bahasa yang
dimiliki, teman yang lain mengajukan pertanyaan dengan ragam
bahasa tertentu.
2. Menceritakan kembali teks bacaan yang dibaca. Dapat menceritakan
dengan basa ngoko, basa krama atau basa dialek dari suatu daerah.
3. Langkah pembelajaran selanjutnya mengajak siswa untuk menjawab
pertanyaan yang merupakan bagian dari ketrampilan berbicara.
Dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk
mempelajari unsur pragmatik, yaitu siapa, suasana, sarana, tempat. Arah
dan wujud dari pertanyaan yang harus diperhatikan adalah apa, siapa,
berapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana. Pembelajaran ini dapat
lebih menarik bila dilakukan dengan bermacam model pembelajaran seperti
percakapan (pacelathon), pidato (sesorah) atau wawancara, sesuai dengan
obyek yang diminati siswa. Semua itu dapat melatih siswa agar dapat
menggunakan Bahasa Jawa dengan senang dan benar dengan metode role
playing sesuai unggah-ungguh.
Selain di atas masih banyak model
pembelajaran yang diberikan sehingga siswa menjadi lebih menyukai dan
tertarik dengan pelajaran Bahasa Jawa. Strategi pembelajaran dengan
menggunakan beberapa pendekatan diperlukan dalam menyampaikan
pembelajaran Bahasa Jawa ini, misalnya pendekatan CTL (Contekstual
Teacher and Learning), pendekatan komunikatif fungsional atau pendekatan
konstruktifisme. Indikator keberhasilan PBM dapat dilihat dari
perubahan sikap perilaku siswa, anak mulai bersikap sopan, bertutur kata
dengan cara yang baik, mulai lebih menghormati guru, orang tua,
teman-temannya. Sikap kesopanan diaktualisasi misalnya pada saat
berangkat dan pulang sekolah mencium tangan kedua orang tua, guru dll. Metode metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan penerapan unggah ungguh antara lain :
1. Simak-ulang ucap digunakan dalam memperkenalkan bunyi-bunyi
tertentu, contoh t, dengan th pada kata tutuk atau thuthuk, d, dengan
dh pada kata dandang atau dhandang,
2. Simak kerjakan, menerapkan model ucapan guru yang berisi kalimat
perintah,
3. Simak-Terka, guru memberikan deskripsi suatu benda atau kalimat
rumpang siswa menebak dan melengkapi kalimat,
4. Menjawab pertanyaan,
5. Parafrase
6. Merangkum
7. Bisik Berantai
8. Identifikasi kata kunci.
3. Bentuk Pengintegrasian Watak Dan Karakter Dalam Pembelajaran Bahasa Jawa
Pada dasarnya
pembelajaran Bahasa Jawa pada saat ini diharapkan agar para siswa lebih
menyenangi budaya bangsa khususnya Budaya Jawa. Dengan menumbuhkan
cipta, rasa dan karsa, siswa diajak untuk mengenal dan lebih mencintai
budaya sendiri, serta mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Praktek
dalam pembelajaran Bahasa Jawa memasukkan nilai-nilai ke Jawaan yang
diharapkan melalui tahapan-tahapan di bawah ini:
1. Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya
Jawa/penerapan unggah-ungguh sudah tercakup di dalamnya.
2. Menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK/ KD
dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai budaya Jawa yang
akan dikembangkan.
3. Mencantumkan nilai-nilai budaya Jawa ke dalam silabus.
4. Mencantumkan nilai-nilai budaya Jawa yang sudah tercantum dalam
silabus ke RPP.
5. Mengembangkan proses pembelajaran siswa aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan
internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai.
6. Memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan
untuk internalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam
perilaku.
Pembelajaran yang efektif memerlukan
kreatifitas Guru. Contoh kreatifitas Guru dalam menerapkan unggah-ungguh
yang dapat dikembangkan. Dalam
upaya menunjang kemudahan pembelajaran Bahasa Jawa khususnya dalam
penerapan unggah-ungguh Guru dan siswa perlu mempersiapkan sarana dan
prasarana atau peraga yang digunakan seperti di bawah ini :
1. Guru menyiapkan/memberi tugas siswa membuat kartu kata
sebanyak-banyaknya, berwarna warni dengan 3 ragam bahasa
(ngoko, krama, dan krama inggil).
2. Siswa secara berpasangan memainkan kartu-kartu kata tersebut, tiap
siswa mendapat 10 kata ragam ngoko, 10 kata ragam krama, dan 10
kata krama inggil.
3. Secara berpasangan maupun permainan kelompok menggunakan
kartu kata tersebut untuk menyusun menjadi kalimat dengan
ragam-ragam tertentu.penyusunan kalimat ditingkatkan dari waktu ke
waktu baik secara kualitas maupun kwantitas dengan games games
yang menyenangkan.
4. Permainan dilaksanakan sampai anak memahami dan menerapkan
langsung kepada lingkungan sesuai situasi dan kondisi yang ada saat
itu.
5. Guru memberi tugas praktek penerapan unggah-ungguh kepada siswa
di lingkungan sekolah sampai pada lingkungan keluarga dan
masyarakat.
6. Guru memberi tugas siswa untuk mencatat penerapan-penerapan
unggah-ungguh yang sudah dilakukan siswa setiap hari baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Hal tersebut di atas diterapkan dengan
tindakan-tindakan yang diulang terus menerus yang akhirnya menjadi
pembiasaan dan dengan tujuan akhir proses internalisasi diri dalam
melaksanakan unggah-ungguh menjadi kepribadian yang melekat pada diri
siswa. Dampak penanaman watak dan pekerti bangsa bisa diambil dalam pembelajaran diatas :
1. Ditinjau dari sudut sosial budaya
1. Membantu siswa bersosialisasi dengan temannya. Hal ini terbukti
dengan adanya perubahan sikap dari anak didik yang dulunya
pendiam dan pemalu sekarang menjadi aktif dan kreatif, siswa
secara individu maupun kelompok berinteraksi aktif.
2. Menciptakan situasi kerukunan di kelas. Hal ini terbukti dengan
adanya kerjasama yang saling membantu antara anak didik dalam
pembelajaran. Anak yang pandai membimbing anak yang kurang
pandai dan anak yang kurang pandaipun sudah tidak takut lagi untuk
bertanya kepada temannya, saling menukar peraga dll.
3. Mengembangkan sikap tolong menolong/ toleransi. Hal ini terbukti
pada saat anak didik maju kedepan kelas untuk menyusun kalimat
dengan peraga miliknya jika ada yang kurang, maka anak didik
lainnya meminjami peraganya yang dibutuhan.
4. Mengembangkan sikap saling menghormati, sopan santun, dan tata
krama.
Hal ini terbukti karena semua anak didik saling menghormati
kesepakatan yang telah dibuat bersama.
5. Anak didik dapat melestarikan salah satu aset Budaya Jawa yaitu
masih peduli dengan keberadaan unggah-ungguh bahasa Jawa
dengan segala ragamnya yang secara umum sekarang ini sudah mulai
dikesampingkan oleh anak-anak sekarang. Namun dengan adanya
kreatifitas dalam pembelajaran ini ternyata anak didik sangat peduli
dan bersemangat untuk mempelajari, dan menerapkannya.
2. Ditinjau dari sudut ekonomi
Anak didik ataupun guru lebih efisien atau tidak perlu mengeluarkan
banyak uang untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Karena
dengan skenario ini sarana yang digunakan relatif murah dan sederhana
serta mudah didapat dengan hasil yang memuaskan.
3. Ditinjau dari sudut lingkungan
a. Kebiasaan yang baik disekolah terbawa oleh anak didik dalam
lingkungan sekitarnya. Misalnya sifat disiplin yang ditanamkan di
sekolah juga dilakukan di rumah.
b. Hubungan antara pihak sekolah dengan orang tua/ wali murid juga
terjaga baik. Karena dengan adanya skenario pembelajaran ini anak
didik banyak mengalami peningkatan bertata krama, bersikap,
bertingkah laku baik di sekolah maupun tingkah laku kesehariannya
di rumah.
Contoh Perencanaan Pengembangan unggah-ungguh yang Dapat Diprogram Guru
1. Kegiatan Rutin di Sekolah, meliputi :
(a) Setiap bertemu dengan siapapun selalu memberi salam,
(b) Setiap merasa bersalah meminta maaf (nuwun sewu),
(c) Setiap mau mendahului selalu mohon ijin (ndherek langkung),
(d) Selalu membiasakan gerakan tubuh (gesture) yang
mengisyaratkan kesopanan, contoh : menganggukkan kepala,
membungkukkan badan, mengacungkan ibu jari, apabila berjalan
dibiasakan untuk selalu hati-hati dan sopan serta gerakan yang
pantas.
2. Kegiatan Spontan, berupa: (a) kegiatan mencatat dan menegur teman
yang kurang pas atau keliru atau salah dalam menerapkan unggah-ungguh
dan memberi solusinya, (b) memberi penghargaan (prizing) dan
menumbuhsuburkan (cherising) tingkah laku, tindak tanduk, tata krama
yang sudah sesuai dengan unggah-ungguh.
3. Teladan Modelling atau Exemplary yaitu dengan mensosialisasikan
dan mengimplementasikan unggah-ungguh yang benar dengan model/teladan
dari para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah maupun dari siswa
yang lebih besar kepada adik kelasnya.
4. Pengkondisian Sekolah mengkondisikan kehidupan sekolah yang
mencerminkan unggah- ungguh yang baik dan benar dalam semua situasi dan
kondisi.
C. PENUTUP
Pembelajaran Bahasa Jawa sebagai wahana
penanaman watak dan pekerti Bangsa membutuhkan kepiawaian guru dalam
mengemas menjadi pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Inovatif dan
menyenangkan, berdaya guna dan berhasil guna hingga mampu
mengintegrasikan nilai-nilai unggah-ungguh dan budi pekerti luhur
seperti, tahu sopan santun, tata krama berbahasa, dan bisa menempatkan
diri di tengah pergaulan umum. Sesuai fungsi pokok Pembelajaran Bahasa
Jawa yakni komunikasi, edukasi, dan cultural, maka untuk memenuhi fungsi
tersebut Pembelajaran Bahasa Jawa dapat menjadi salah satu alat
pembentuk sikap, watak dan perilaku Bangsa. Indikator dari keberhasilan
tersebut adalah Kemampuan Siswa dalam mengaplikasikan hasil pembelajaran
Bahasa Jawa, terlihat dari perubahan tingkah laku, tata karma halus
budi bahasanya dan menjadi insan yang beradab.
Betapapun sulitnya dalam penerapan pembelajaran unggah-ungguh namun
harus selalu diupayakan mengingat hal-hal di bawah ini, yaitu: (1)
sebagai sarana untuk tetap melestarikan sopan santun, tata krama, etika
Jawa sekaligus sebagai wahana melestarikan budaya Jawa, (2) sebagai alat
pendidikan kepada peserta didik dalam proses internalisasi diri dalam
memenuhi kewajiban menghormati, menghargai tatanan yang sudah disepakati
oleh masyarakat Jawa, (3) sebagai sarana menunjukkan kepada dunia bahwa
melalui unggah ungguh dapat membedakan dengan bangsa lain sehingga jati
diri dan kehormatan bangsa terjaga, (4) sebagai wahana pembentukan “
nation culture and character building,”yakni pendidikan budaya yang
membangun karakter bangsa melalui pengembangan nilai nilai budaya
bangsa. Pembelajaran bahasa Jawa
yang kreatif dan menyenangkan khususnya dalam penerapan unggah-ungguh
dapat dimanfaatkan sebagai wahana pembentukan watak pekerti bangsa dan
mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta internalisasi
diri dalam budaya Jawa yang adhiluhung.
Dengan seluruh warga sekolah memiliki komitmen yang kuat serta disiplin
yang tinggi untuk mencapai pembiasaan berlaku, bertindak dan bertata
krama melalui penerapan unggah-ungguh yang benar senantiasa dibiasakan,
sehingga tumbuh kesadaran bahwa penerapan unggah-ungguh mampu sebagai
sarana penanaman budi pekeri luhur dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan
◊ “Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lan legawaning
ati, darbe sifat berbudi bawa leksana.
◊ “Ciri-ciri orang luhur ialah tingkah laku dan budi bahasa yang halus,
keikhlasan hati, dan rela berkorban, tanpa mendahulukan
kepentingan pribadi. ( Butir-butir Budaya Jawa)
DAFTAR PUSTAKA
♦ Ahmadi, H. abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta : Penerbit Rineka
Cipta
♦ Eko Budiharjo. 2003, Improvisasi / Inovasi Pembelajaran Menuju
Pendidikan Yang Sarat Nilai Moral, Seminar Peningkatan Kualitas
Bangsa Melalui Pendidikan Berbasis Kompetensi Bervisi Moral.
Yogyakarta : UNY
♦ Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, 2009, Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan
Pengawas, Jakarta.
♦ Durkhrim, Emile. 1990, Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan
Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Erlangga.
♦ Gubernur Jawa Tengah, 2005. SK Nomor : 895.5/01/2005
Kurikulum Bahasa Jawa Tahun 2004 Untuk SD/MI/SDLB,
SMP/MTS/SMPLB, dan SMA/MA/SMK/SMALB Negeri dan
Swasta. Propinsi Jawa Tengah.
♦ Juwita, Kenny, I, Gustu Nyoman Sanjaya, Enda E Ginting. 1997.
Menciptakan Kelas yang Berpusat Pada Anak. Alih Bahasa dari
Children s Resources Internasional. Jakarta: Kelapa Gading Permai
14250
♦ Sudjarwadi, I.E. Prof. 2006. Makalah. Strategi Pembelajaran Bahasa
Jawa Bagi Anak-Anak. Semarang : kongres Bahasa Jawa IV.
♦ Sumarlam, 2011. Potret Pemakaian Bahasa Jawa Dewasa ini serta
pembinaan dan Pengembangan : Sebuah Pergeseran Struktur
Gramatika dan Tingkat Tutur. Pidato Sidang Pengukuhan, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
♦ Kadijo, 2003. Penyajian Bahan Ajar Bahasa Jawa pada Buku
Pendidikan Dasar. Semarang: CV Redijaya( Rosda Grup)
♦ Paul Suparno. 2002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Suatu
Tinjauan Umum. Yogyakarta : Kanisius
♦ Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010, Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Balitbang : Kemendiknas.
Sumber : http://ki-demang.com/kbj5/index.php/makalah-komisi-b/1148-14-pembelajaran-bahasa-jawa-sebagai-wahana-pembentukan-watak-pekerti-bangsa-penerapan-unggah-ungguh-berbahasa